Kamis, 15 April 2010

MASA DEWASA (ADULT)

Adult sendiri berasal dari kata Latin bentuk past participle dari kata kerja Adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa”.
Makna dari istilah adult adalah: individu telah menyelesaikan proses pertumbuhan fisiknya, dan siap menerima peran dan kedudukan di masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.

Fase-fase Masa Dewasa

  • Masa Dewasa Dini/Early Adulthood (18 – 40 tahun):

Pada masa ini perubahan-perubahan fisik relative sudah tidak sepesat masa sebelumnya (puber dan remaja), bahkan di awal usia dewasa dini (sekitar 18 tahun) kondisi fisik cenderung sudah menetap, dalam arti bila terjadi perubahan tidak signifikan lagi.
Pada masa ini yang sedang terjadi adalah masa reproduktif, yang mulai sempurna di awal usia dua puluhan, dan akan mengalami penurunan kualitas di usia pertengahan tiga puluhan.

  • Masa Dewasa Madya/Middle Age (40 – 60 tahun)

Pada masa ini mulai terjadi penurunan kemampuan fisik dan psikologis yang akan tampak semakin menonjol pada setiap individu.
Pada sebagian individu, khususnya pada masa awal dewasa madya (40-50tahun) kondisi ini menimbulkan sikap penolakan (denial) yang ditunjukkan dengan sikap “over acting”, untuk menunjukkan kepada orang lain, bahwa dirinya masih “potensial” dan tetap muda seperti dua puluh tahun lalu, dengan berusaha mencari “pasangan” baru yang berusia jauh di bawah individu ybs (usia dua puluhan), atau menutupi kerut-kerut wajah dengan menebalkan kosmetik yang digunakan.

  • Masa Dewasa Lanjut/Old Age (60 – meninggal)

Masa ini sering diistilahkan senescence atau usia lanjut. Pada masa ini baik kemampuan fisik maupun psikologis cepat mengalami penurunan, dan cenderung untuk terus menerus menurun.

Ciri-ciri kematangan

  • Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego; minat orang yang sudah matang berorientasi pada tugas-tugas yang dikerjakannya, dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri sendiri atau untuk kepentingan pribadi.
  • Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efisien. Seseorang yang telah matang akan melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefinisikan secara cermat dan tahu mana yang pantas dan tidak, serta bekerja secara terencana menuju arah tertentu
  • Mengendalikan perasaan pribadi.
  • Individu yang telah matang secara psikologis, akan mampu menyetir dan menguasai perasaan-perasaannya sendiri ketika mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain. Mereka cenderung tidak lagi hanya mementingkan dirinya sendiri, tetapi telah mampu mempertimbangkan perasaan perasaan orang lain.
  • Objektif.
  • Individu yang sudah mencapai taraf kematangan psikologis akan mampu bersikap objektif, dalam arti mampu melihat sesuatu secara apa adanya, sehingga ketika mengambil keputusan relative lebih tepat dan dapat diterima orang lain.
  • Menerima kritik dan saran dari orang lain.
  • Individu yang sudah mencapai kematangan akan memiliki kemauan yang realistis, menyadari bahwa dirinya hanyalah manusia biasa yang tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik, dan saran dari orang lain demi peningkatan kualitas dirinya.
  • Bertanggung jawab
  • Individu yang sudah mencapai kematangan akan mampu memper-tanggung jawabkan perilakunya, serta selalu memberi kesempatan kepada orang lain untuk ikut maju bersama-sama mencapai tujuan. Individu menyadari bahwa untuk mencapai suatu tujuan tidak mungkin bila hanya mengandalkan kerja individual. Meski pun begitu individu tetap bertanggung jawab atas langkah-langkah yang dilakukannya.
  • Mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap situasi-situasi baru
  • Individu yang telah mencapai kematangan, memiliki ciri fleksibel dan dapat menem-patkan diri dimana pun ia berada.

MASA DEWASA DINI/ EARLY CHILDHOOD

  • Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan social baru.
  • Pada masa ini mereka diharapkan mulai memainkan peran baru, seperti peran suami/istri, orangtua, dan sebagai pemimpin rumah tangga, serta mengembangkan sikap, minat dan nilai yang disesuaikan dengan peranannya yang baru.
  • Ciri-ciri Masa Dewasa Dini
    • Usia Reproduktif (Reproductive Age)
    • Bagi sebagian besar individu yang berada pada masa ini, menjadi ayah atau ibu merupakan salah satu peran yang sangat penting dalam kehidupannya.
    • Berperan sebagai orangtua, nampak lebih nyata bagi perempuan bila dibanding laki-laki. Meski demikian, searah dengan semakin banyaknya kaum perempuan yang berperan di sector public, menyebabkan peran sebagai orangtua tidak hanya dibebankan kepada kaum perempuan, melainkan juga menjadi tanggung jawab kaum pria. Artinya, ketika seseorang telah mengikrarkan diri untuk berkeluarga, maka tanggung jawab di dalam mendidik anak adalah tanggung jawab bersama, antara ibu dan ayah.
    • Pada perempuan usia reproduktif, dalam pengertian medis/fisik, lebih terbatas bila dibandingkan laki-laki.
    • Mendekati akhir masa dewasa dini, secara fisik/medis, kaum perempuan akan mengalami penurunan kemampuan berreproduksi, sedangkan pada laki-laki, sampai usia akhir masa dewasa dini kemampuan reproduksinya masih tetap optimal, dan baru akan cenderung menurun, ketika individu mulai memasuki masa akhir dewasa madya atau bahkan baru terjadi ketika sudah memasuki masa usia lanjut.

Usia Pemantapan Kedudukan (Settling-down Age)

  • Kalau pada masa kanak-kanak dan remaja disebut sebagi masa pertumbuhan atau growing-up, maka masa dewasa merupa-kan masa pemantapan kedudukan atau “settling-down age”.
  • Ketika seseorang telah memasuki usia dewasa secara syah, maka hari-hari kebebasan mereka telah berakhir, dan digantikan oleh adanya tanggung jawab sebagai seorang yang telah berusia dewasa.
  • Secara konvensional hal ini berarti, bagi laki-laki, mereka hendaklah mulai menapaki karier/bidang kerja yang akan menjadi bekalnya dikemudian hari.
  • Sedangkan bagi perempuan, mereka diharapkan mulai menerima tanggung jawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.
  • Saat ini antara laki-laki dan perempuan relative tidak begitu tampak perbedaan peran yang harus mulai dipersiapkan/ dimasuki.
  • Di usia pertengahan tiga puluhan, rata-rata individu telah memiliki kemantapan dalam pola-pola hidup, yang kelak akan menjadi sandaran dalam kehidupan sebagai orang dewasa. Individu yang cepat memperoleh kemantapan kedudukan, dalam arti mampu menyeimbangkan antara dorongan-dorongan, minat, dan kemampuan yang dimiliki, akan memperoleh kepuasan.
  • Sebaliknya, bila individu tidak memperoleh apa yang menjadi keinginannya, sangat memungkinkan munculnya ketidak puasan terhadap prestasi yang telah diraihnya.

Problem Age (Masalah di masa dewasa dini)

  • Pada masa ini banyak persoalan baru yang dihadapi individu.
  • Permasalahan-permasalahan tersebut berbeda dengan yang pernah dialami pada masa-masa sebelumnya.
  • Beberapa diantaranya merupakan kelanjutan dari permasalahan masa remaja akhir yang belum terpecahkan.
  • masalah pekerjaan dan jabatan,
  • pemilihan teman hidup,
  • masalah-masalah yang berhubungan pemenuhan kebutuhan hidup (keuangan).
  • Kompleksnya masalah pekerjaan yang berhubungan dengan kondisi intern individu itu sendiri, factor lingkungan social, termasuk orangtua, factor kesempatan kerja, dan lapangan kerja yang tersedia.

Faktor-faktor yang b’pengaruh pada dewasa dini

  • Ciri-ciri pribadi, sikap, kemampuan dan ketrampilan khusus yang dimiliki. Kadang-kadang antara potensi yang dimiliki tidak sesuai dengan bidang kerja yang tersedia, dsb.
  • Pemilihan teman hidup biasanya melibatkan berbagai pihak, sehingga kesulitan akan muncul karena adanya perbedaan persepsi tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah pemilihan teman hidup.

Ketegangan Emosi (Emotional Tension) pada masa Dewasa Dini

  • Pada beberapa individu, kepuasan dan ketenangan hidup dapat dicapai di awal usia dewasa dini, sedangkan kebanyakan yang lain tetap mengalami ketegangan emosi hingga mendekati pertengahan masa dewasa dini.
  • Pada masa ini hal-hal yang dapat menyebabkan munculnya ketegangan emosi adalah: persoalan jabatan, perkawinan, keuangan dsb.
  • Ketegangan emosi terjadi secara bertingkat, searah dengan intensitas persoalan yang dihadapi, dan sejauh mana individu mampu mengatasi persoalan tersebut.

Ketegangan emosi pada dewasa dini (Menurut Havighurst)

  • Seseorang yang berusia awal hingga pertengahan tiga puluhan telah mampu memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi serta cukup mampu mengendapkan ketegangan emosinya, sehingga mereka akan mencapai kestabilan emosi.
  • Namun, bila mereka memiliki harapan yang terlalu tinggi, maka bila harapan tersebut tidak selaras dengan potensi yang dimiliki, maka individu akan mengalami banyak kekecewaan yang dapat mengakibatkan terjadinya “kekacauan psikologis atau psikosomatis”.
  • Ketegangan emosi pada individu dewasa dini juga dapat terjadi karena situasi lingkungan sekitar yang tidak sesuai dengan harapan/ nilai-nilai individu ybs. Hal ini dapat terjadi karena individu merasa “dipaksa” untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai yang selama ini telah dianut/diyakininya.
  • Ketegangan emosi pada dewasa dini seringkali dinampakkan dalam bentuk ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran, yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis individu.

kekhawatiran masa dewasa

  • Pada usia 20-an, biasanya kekhawatiran muncul disebabkan oleh masalah-masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai moral dalam “dating”.
  • Memasuki usia 30-an biasanya kekhawatiran muncul dalam hal-hal yang berhubungan dengan masalah keuangan.
  • Di usia 27-35 tahun, biasanya masalah-masalah yang berhubungan dengan performance individu muncul.
  • Memasuki usia 35 sampai akhir masa dewasa dini kekhawatiran berpusat pada masalah-masalah kesehatan, meraih kesuksesan dalam karier, keamanan kerja, keharmonisan perkawinan dan hubungan kekeluargaan.

PSIKOLOGI REMAJA, KARAKTERISTIK & PERMASALAHANNYA

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.

Permasalahan Fisik dan Kesehatan

Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).

Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.

REMAJA

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).

Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.

Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).

Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.

Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).

Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.

Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).

Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.

Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar” . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :

“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.

Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.

Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.

Perkembangan kepribadian dan sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.

Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).

Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

Tugas perkembangan remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :

* memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
* memperoleh peranan sosial
* menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
* memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
* mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
* memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
* mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
* membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup

Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).

Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.